Pengertian Pseudoscience: Ciri-Ciri dan Contohnya
Pseudoscience mengacu pada klaim atau keyakinan yang disajikan sebagai ilmiah tetapi tidak mengikuti metode ilmiah atau kurang bukti empiris. Klaim ini mungkin didasarkan pada bukti anekdot, desas-desus, atau asumsi yang tidak terbukti, dan sering kali digunakan untuk mendukung teori atau praktik yang tidak berdasar atau tidak terbukti. Pseudoscience dapat ditemukan dalam berbagai bidang, termasuk kedokteran, psikologi, nutrisi, dan paranormal.
Beberapa ciri umum pseudosains antara lain:
1. Kurangnya bukti empiris: Klaim pseudosaintifik seringkali tidak didukung oleh penelitian atau data ilmiah.
2. Ketergantungan pada bukti anekdotal: Klaim pseudoscientific mungkin didasarkan pada cerita atau testimoni pribadi, bukan bukti ilmiah.
3. Asumsi yang belum terbukti: Teori pseudoscientific mungkin didasarkan pada asumsi atau keyakinan yang belum terbukti dan belum diuji atau dibuktikan melalui eksperimen ilmiah.
4. Kurangnya tinjauan sejawat: Klaim-klaim pseudosaintifik seringkali tidak tunduk pada tingkat pengawasan dan tinjauan sejawat yang sama seperti klaim-klaim ilmiah.
5. Penggunaan jargon atau istilah teknis: Klaim pseudoscientific mungkin menggunakan terminologi atau jargon yang rumit agar terdengar lebih ilmiah atau sah.
6. Menarik emosi: Klaim pseudosains mungkin lebih menarik emosi daripada logika atau bukti.
7. Kurangnya transparansi: Klaim pseudosains dapat dibuat tanpa memberikan informasi yang cukup tentang metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau keterbatasan penelitian.
8. Penyalahgunaan istilah ilmiah: Klaim pseudosaintifik mungkin menyalahgunakan istilah atau konsep ilmiah agar terdengar lebih sah.
9. Penekanan yang berlebihan pada bukti yang bersifat anekdot: Klaim pseudosaintifik mungkin didasarkan pada pengalaman pribadi atau anekdot, bukan bukti ilmiah.
10. Kurangnya replikasi: Klaim pseudoscientific mungkin tidak dapat direplikasi atau diverifikasi oleh peneliti lain.
Penting untuk dicatat bahwa tidak semua klaim pseudoscientific sengaja dibuat untuk menipu, beberapa di antaranya mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang metodologi ilmiah atau kesalahan nyata. Namun, penting untuk mendekati setiap klaim dengan tingkat skeptisisme yang sehat dan mengevaluasi bukti secara hati-hati sebelum menerimanya sebagai kebenaran.