mobile theme mode icon
theme mode light icon theme mode dark icon
Random Question Acak
speech play
speech pause
speech stop

Sejarah Kontroversial Senjata Napalm

Napalm adalah sejenis senjata pembakar yang digunakan pada Perang Dunia II dan Perang Vietnam. Ini adalah campuran bensin dan bahan pengental, seperti sabun atau karet, yang menempel pada permukaan dan terbakar pada suhu yang sangat tinggi. Jika dijatuhkan dari pesawat terbang atau sistem pengiriman lainnya, dapat menimbulkan api yang sulit dipadamkan dan dapat menyebabkan luka bakar parah serta kerusakan pada bangunan dan lingkungan.
Napalm pertama kali digunakan pada Perang Dunia II oleh militer Amerika Serikat, khususnya selama kampanye Pasifik melawan Jepang. Senjata ini digunakan untuk menyerang posisi dan instalasi musuh, seperti lapangan terbang dan kota, dan juga digunakan untuk membersihkan wilayah hutan dari pasukan musuh. Penggunaan napalm dalam Perang Dunia II merupakan hal yang kontroversial, karena menyebabkan banyak korban sipil dan kerusakan infrastruktur.
Dalam Perang Vietnam, napalm digunakan secara luas oleh militer Amerika Serikat dan Vietnam Selatan untuk menyerang posisi dan desa musuh. Penggunaan napalm di Vietnam sangat kontroversial, karena menyebabkan banyak korban sipil dan kerusakan infrastruktur, dan sering digunakan bersamaan dengan senjata lain, seperti Agen Oranye, yang mempunyai dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan kesehatan.
Penggunaan napalm napalm telah dikritik karena sifatnya yang tidak pandang bulu, karena dapat menyebabkan kerugian besar terhadap warga sipil dan lingkungan, dan dilarang berdasarkan hukum kemanusiaan internasional. Namun, beberapa negara masih memproduksi dan menggunakan napalm, dan terdapat upaya yang sedang berlangsung untuk melarang penggunaannya secara global.

Knowway.org menggunakan cookie untuk memberi Anda layanan yang lebih baik. Dengan menggunakan Knowway.org, Anda menyetujui penggunaan cookie kami. Untuk informasi mendetail, Anda dapat meninjau teks Kebijakan Cookie kami. close-policy